Pendidikan berlangsung sepanjang hayat (long life) dan tidak mengenal akhir. Tiap manusia membutuhkan kesempatan untuk terus belajar agar tetap dapat beradaptasi dengan kenyataan dan tuntutan kehidupan yang terus berubah. Manusia tetap membutuhkan pendidikan untuk membuatnya menjadi tahu (to know), untuk belajar (to learn), untuk membuatnya menjadi (to be) dan dapat hidup bersama dalam masyarakat (to live together). Dinamika kehidupan hanya dapat dijalani secara layak jika tiap manusia dalam masyarakat dapat terus mengakses peluang untuk belajar.
Kenyataannya kesempatan untuk memperoleh layanan pendidikan tidak sepenuhnya dapat dinikmati setiap individu. Pembelajaran konvensional yang mempersyaratkan bertemunya guru – murid dalam waktu dan ruang yang terjadwal secara reguler tidak sepenuhnya dapat diperoleh. Hanya orang-orang dalam jumlah terbatas memiliki kemampuan mendapatkannya. Padahal kebutuhan untuk belajar diperlukan oleh semua manusia tanpa kecuali.
Kenyataan paradoks itu mendorong upaya rekayasa pembelajaran agar layanan pendidikan dapat dinikmati secara massal dalam skala yang tidak dibatasi ruang dan waktu. Dalam usaha ini pendidikan dimanipulasi dengan berbagai jalan terutama menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) agar pendidikan dapat menyentuh masyarakat secara adail dan merata. Rekayasa dengan TIK diharapkan mendorong tumbuhnya masyarakat belajar (learning society) yang cerdas, kritis dan adaptif dalam gerak hidup yang dijalani.
Ada satu media berbasis TIK yang mungkin disepelekan oleh mereka dan tidak peduli dengan pendidikan. Media yang dimaksud adalah radio. Sebagian orang berpendapat bahwa radio terlihat kuno, ketinggalan zaman dan sebagainya. Media yang sekarang mulai menurun perannya dengan teknologi-teknologi terbaru, telah dilupakan perannya ketika manusia masih pada peradaban terdahulu. Kenyataan dilematis ini terbantahkan oleh kenyataan dilapangan. Berdasarkan laporan monitoring dan evaluasi pemanfaatan TIK untuk pendidikan tahun 2008 yang dilakukan Pustekkom Depdiknas, dinyatakan bahwa pemanfaatan TIK untuk informasi umum dan pembelajaran, radio menunjukkan prosentase pemanfaatan nomor dua tertinggi setelah pemanfaatan komputer. Kenyataan ini seharusnya menjadi acuan bagi pengambil kebijakan janganlah kita melupakan peran dan fungsi dari radio. Apalagi melihat pengalaman historis, sejak perang dunia ke II, radio memiliki peran yang signifikan, serta memiliki kekuatan sebagai alat pendidikan politik.
Radio pendidikan merupakan radio komunikasi yang digunakan sebagai sarana pendidikan dan pengajaran. Media ini selain dapat meningkatkan kemampuan guru dalam cara mengajar dan penguasaan materi pengajaran, juga memberi kesempatan untuk mencapai standar dalam pembelajaran. Menyadari akan manfaat siaran radio yang dapat menjangkau semua kalangan masyarakat secara lebih efektif dan efisien, media ini perlu kembali dikembangkan. Hal ini mengingat kondisi mayarakat Indonesia yang mempunyai latar belakang kehidupan yang sangat beragam. Mereka berasal dari berbagai latar belakang ekonomi, tinggal di berbagai wilayah geografis, memiliki kultur yang sangat majemuk, menekuni profesi yang berbeda dan beragam perbedaan lain. Dalam berbagai latar belakang tersebut radio pendidikan dapat menjawab kebutuhan masyarakat memperoleh akses yang variatif dalam memperoleh pendidikan.
23 Mei 2009
Radio pendidikan yang terlupakan
Diposting oleh arti di 10.05